Yogyakarta - Warga
Muhammadiyah harus menjadikan momentum Ramadhan ini untuk menjernihkan akal dan
qalbu supaya kembali ke fitrah.
“Puasa itu adalah
imsak, menahan dan melatih diri. Puasa harus bisa menjadi sarana mendidik jiwa
untuk meninggalkan sifat-sifat tercela,” kata Haedar Nashir di depan peserta
Pengajian Ramadhan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa
Yogyakarta, Ahad (19/5/2019) di Kampus Utama Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Jl
Jenderal A Yani, Ring Road Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul.
Haedar Ajak Beragama yang Mencerahkan di Era Digital |
Pada kesempatan itu,
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan soal beragama yang
mencerahkan membangun keadaban di dunia digital.
Beragama yang
mencerahkan, menurut Haedar Nashir, harus berangkat dari nilai-nilai
fundamental Islam tentang membangun peradaban.
“Nilai-nilai
keadaban Islam itu disebut dengan akhlak atau etika,” tandas Haedar Nashir
Bagi Haedar,
fenomena dunia digital telah mengubah pola hidup manusia. “Dunia digital pada
akar epistemologinya lahir dari dunia masyarakat modern yang sehari-harinya
dipengaruhi oleh instrumen yang paling dominan berbasis digital,” terang
Haedar.
Kita sekarang berada
di era revolusi industri 4.0, bahkan sudah mulai memasuki era 5.0. “Kehadiran
teknologi digital banyak memberi konstribusi bagi kehidupan kita,” papar
Haedar.
Teknologi digital
telah mengalami perkembangan sangat pesat. Benda-benda digital dibekali dengan
kecerdasan buatan (artificial intelligent).
Dengan kapasitas
otak buatan tersebut, benda pintar ini telah mampu membaca rumus-rumus
logaritma, berpikir, dan mengambil keputusan.
“Dalam kondisi ini,
manusia sering kehilangan jati dirinya, bahkan menyerahkan urusan berpikir pada
benda-benda pintar yang diciptakannya sendiri,” kata Haedar.
Menurut Haedar,
media sosial yang menjadi ruang sosial baru itu telah menjadi salah satu
kebutuhan umat manusia di seluruh dunia.
“Sekarang medsos
menjadi kebutuhan yang melekat, bahkan termasuk dalam tahap keranjingan dan
ketergantungan,” papar Haedar.
Perangkat digital,
kata Haedar, telah membawa berbagai kemudahan dengan sifatnya yang serba cepat
dan instan.
Dalam relasi
impersonal di dunia virtual, kata Haedar, orang menjadi mudah mengumbar
perasaan negatif, amarah, dan kebencian. Keadaban pun menjadi luruh.
Dalam pandangan
Haedar, warga Muhammadiyah kadang tidak bisa membedakan realitas semu dan asli.
“Muhammadiyah itu
sikapnya lugu dan puritan. Oleh karena itu, kita tidak bisa masuk ke dunia
baru, seperti dunia politik yang menampilkan dramaturgi. Layar depan terlihat
sempurna untuk mempengaruhi orang-orang yang lugu. Di layar belakang, yang
dibela ternyata kontradiksi,” ulas Haedar.
sumber: mediamu.id