Oleh : M. Arsyad Arifi
"Sebuah
Bangsa tidak akan maju jika tidak ada guru-guru yang ikhlas mendidik
bangsanya"
(M.
Natsir)
Guru adalah seorang yang
"digugu lan ditiru" atau yang dijadikan panutan dan dijadikan contoh.
Menurut Syed Muhammad Al-Attas guru adalah seorang pendidik yang bisa
mengadabkan para peserta didik. Maka dari itu guru adalah seseorang yang mulia.
Begitupula KH. Mas Mansyur beliau adalah seorang guru formal dan seorang guru
bangsa yang telah menjadi teladan bagi kita semua berkat langkah dan
perjuangannya menghantarkan bangsa mencapai kata merdeka meskipun harus
mengkorbankan jiwa hartanya hingga dipanggil oleh-Nya di dalam bui.
Kader Muhammadiyah sekaligus
Pemimpin Hoofdbestuur Muhammadiyah tahun 1937-1934 tersebut memang menyukai
dunia pendidikan sejak usia kanak-kanaknya. _"Ketika masih kanak-kanak, ia
senang bermain sekolah-sekolahan dan ia seakan menjadi guru, ia kumpulkan
sejumlah murid bantal dan ditata secara teratur, Bantal-bantal itu diibaratkan
para murid sedangkan dirinya seolah sebagai seorang guru_" Terang Muslihat
kakaknya.
Prof. Kuntowijoyo dalam
bukunya Muslim Tanpa Masjid menerangkan bahwasannya sejarah menganut teori
spiral yang bergerak melingkar bagai sebuah per, tapi lebih tinggi kedudukannya
dari semula. Begitupula dikatakan bahwasannya seorang murid yang hebat akan
lahir dari seorang guru yang hebat. Mansoer Ahmad yang kini terkenal dengan
sebutan KH Mas Mansyur belajar dari para ulama yang hebat.
Masa kecilnya dilalui dengan
belajar kepada ayahnya sendiri KH. Mas Ahmad Marzuki dan Kyai Muhammad Thaha
yang merupakan keluarga Pesantren Sidoresmo. Pada usia sepuluh tahun, yakni
1906 beliau dikirim oleh Ayahnya ke Pondok Pesantren Demangan, Bangkalan untuk
mengaji ke KH. Kholil Bangkalan, seorang Kyai besar yang menjadi
"madar" pondok pesantren seluruh Indonesia. KH Hasyim Asy'ari pendiri
Nahdlatul Ulama juga berguru kepada beliau.
Riziem Aizid mengatakan
bahwasannya pesantren-pesantren seluruh nusantara berhubungan dengan beliau.
Kyai keturunan Rasulullah melalui Sunan Gunung Jati yang terkenal dengan
karomah pergi ke Makkah dengan kerocok atau sejenis daun aren yang dapat
mengapung di atas air ini, telah hafal dan menguasai kitab nahwu Alfiyah ibnu
Malik yang berjumlah 1002 bait sejak usia dini. Kitab ilmu inilah yang kemudian
diwariskan kepada KH Mas Mansyur dan dipelajarinya selama dua tahun karena
telah dipanggil kehadirat-Nya.
Sepulang dari Madura tahun
1908, beliau disarankan orangtuanya untuk melakukan ibadah haji dan belajar di
Makkah pada Kyai Mahfudz Termas Pacitan yang merupakan ulama dunia. Beliau
adalah peraih ijazah Imam Bukhari dalam hadis dan mengarang kitab Hasyiyah
at-Tarmasi" yang berjumlah tujuh jilid. Tak berlebihan bahwasannya Syekh
Yasin Al-Fadani menjuluki al-allamah al-muhaddits al-musnid, al- faqih, al-
ushuli dan al- muqri. Kepada beliau inilah KH Mas Mansyur belajar pada umurnya
yang masih duabelas tahun.
Setelah kurang lebih empat
tahun belajar di sana, situasi politik di Saudi memaksanya pindah ke Mesir.
Penguasa Arab Saudi, Syarif Hussen, mengeluarkan instruksi bahwa orang asing
harus meninggalkan Makkah supaya tidak terlibat sengketa itu. Pada mulanya ayah
KH Mas Mansyur tidak mengizinkannya ke Mesir, karena citra Mesir (Kairo) saat
itu kurang baik di mata ayahnya, yaitu sebagai tempat bersenang-senang dan
maksiat. Meskipun demikian, KH Mas Mansyur tetap melaksanakan keinginannya
tanpa izin orang tuanya karena kondisi yang mendesak.
Kepahitan dan kesulitan
hidup karena tidak mendapatkan kiriman uang dari orang tuanya untuk biaya
sekolah dan biaya hidup harus dijalaninya. Oleh karena itu, dia sering berpuasa
Senin dan Kamis dan mendapatkan uang dan makanan dari masjid-masjid. Keadaan
ini berlangsung kurang lebih satu tahun, dan setelah itu orang tuanya kembali
mengiriminya dana untuk belajar di Mesir.
Di Mesir, dia belajar di
Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat
itu sedang gencar-gencarnya membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan
nasionalisme dan pembaharuan. Banyak tokoh memupuk semangat rakyat Mesir, baik
melalui media massa maupun pidato. Pemikiran pembaharu dunia Islam seperti
Muhammad Abduh maupun muridnya Rasyid Ridha yang terkenal dengan dengan majalah
dan tafsirnya _al-Manar_ sedang bergolak. Murid-murid Muhammad Abduh seperti
Farid Wajdi, Muhammad Husein Heykal, Abbas A. Akkad, Ibrahim A. Kadir al-Mazin,
Mustafa Abdul Razik, Ali Abdul Razik hingga Saad Zaghlul yang terkenal sebagai
bapak kemerdekaan Mesir turut menyebarkan pemikiran dan pembaruannya ke seluruh
dunia. Kondisi ini rupanya memiliki pengaruh besar terhadap pribadi KH Mas Mas
Mansyur setelah pulang ke Indonesia.
Pada tahun 1915, Mas Mansyur
angkat jangkar dan pulang ke Nusantara. Dengan semangat pembaharuan yang sedang
berkobar, setelah kepulangannya, Mas Mansyur bersama KHA. Wahab Chasbullah
mendirikan suatu kelompok diskusi di Surabaya dengan nama "Taswirul
Afkar" (Cakrawala Pemikiran). Terbentuknya majelis ini diilhami oleh
Masyarakat Surabaya yang diselimuti kabut kekolotan. Masyarakat sulit diajak
maju, bahkan mereka sulit menerima pemikiran baru yang berbeda dengan tradisi
yang mereka pegang. Taswir al-Afkar merupakan tempat berkumpulnya para ulama
Surabaya yang sebelumnya mereka mengadakan kegiatan pengajian di rumah atau di
surau masing-masing. Masalah-masalah yang dibahas berkaitan dengan
masalah-masalah yang bersifat keagamaan murni sampai masalah politik perjuangan
melawan penjajah.
Aktivitas Taswir al-Afkar
itu mengilhami lahirnya berbagai aktivitas lain di berbagai kota, seperti
Nahdhah al-Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang menitikberatkan pada pendidikan.
Sebagai kelanjutan Nahdhah al-Wathan, KH. Mas Mansyur dan Abdul Wahab
Chasbullah mendirikan madrasah yang bernama Khitab al-Wathan (Mimbar Tanah
Air), kemudian madrasah Ahl al-Wathan (Keluarga Tanah Air) di Wonokromo, Far'u
al-Wathan (Cabang Tanah Air) di Gresik dan Hidayah al-Wathan (Petunjuk Tanah
Air) diJombang.
.
Kalau diamati dari nama yang
mereka munculkan, yaitu wathan yang berarti tanah air, maka dapat diketahui
bahwa kecintaan mereka terhadap tanah air sangat besar. Mereka berusaha
mencerdaskan bangsa Indonesia dan berusaha mengajak mereka untuk membebaskan
tanah air dari belenggu penjajah. Pemerintahan sendiri tanpa campur tangan
bangsa lain itulah yang mereka harapkan.
Setelah, bergabung dengan
Persyarikatan Muhammadiyah dan menjadi ketua umumnya tahun 1937 pada Kongres
ke-26, beliau pindah ke Yogyakarta sebagai pusat gerakan Muhammadiyah. Karena
beliau adalah seorang Mu'allim beliau ditetapkan sebagai Direktur Kweekschool
Muhammadiyah yang ke-lima setelah KH. Siradj Dahlan.
Kweekschool Muhammadiyah
adalah sekolah yang didirikan langsung oleh KH Ahmad Dahlan yang diresmikan Desember
1921 yang berfungsi untuk mempersiapkan calon guru yang siap diterjunkan di
seluruh nusantara. Sekolah saat ini bernama Madrasah Mu'allimin-Mu'allimaat
Muhammadiyah Yogyakarta tersebut telah melahirkan banyak pemimpin bangsa,
diantaranya Prof Syafii Maarif yang telah menjadi ketua PP Muhammadiyah dan Dr.
Busyro Muqoddas yang menjadi ketua KPK.
Selain itu, KH Mas Mansyur
juga ikut memprakarsai berdirinya Sekolah Tinggi Islam yang pertamakalinya di
Indonesia pada tanggal 8 Juli 1945 di Jakarta. Kemudian ketika pusat
pemerintahan RI berpindah ke Yogyakarta, STI pun ikut pindah ke Yogyakarta
hingga saat ini yang kini dikenal Universitas Islam Indonesia. Pendirian STI
memiliki peran yang sangat berarti bagi pendidikan Indonesia, pasalnya ketika
itu banyak sekolah-sekolah tinggi Belanda dipegang oleh para nasrani yang
menghalangi semangat persatuan Indonesia.
KH Mas Mansyur juga banyak
menghasilkan tulisan-tulisan yang berbobot. Pikiran-pikiran pembaharuannya
dituangkannya dalam media massa. Majalah yang pertama kali diterbitkan bernama
Soeara Santri. Kata santri digunakan sebagai nama majalah, karena pada saat itu
kata santri sangat digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu, Soeara Santri
mendapat sukses yang gemilang. Djinemmerupakan majalah kedua yang pernah
diterbitkan oleh Mas Mansyur. Majalah ini terbit dua kali sebulan dengan
menggunakan bahasa Jawa dengan huruf Arab. Kedua majalah tersebut merupakan
sarana untuk menuangkan pikiran-pikirannya dan mengajak para pemuda melatih
mengekspresikan pikirannya dalam bentuk tulisan. Melalui majalah itu Mas
Mansyur mengajak kaum muslimin untuk meninggalkan kemusyrikan dan kekolotan. Di
samping itu, Mas Mansyur juga pernah menjadi redaktur Kawan Kita di Surabaya.
Tulisan-tulisan KH Mas
Mansyur pernah dimuat di Siaran dan Kentoengan di Surabaya; Penagandjoer dan
Islam Bergerak di Jogjakarta; Pandji Islam dan Pedoman Masyarakat di Medan dan
Adil di Solo. Di samping melalui majalah-majalah, KH. Mas Mansyur juga
menuliskan ide dan gagasannya dalam bentuk buku, antara lain yaitu Hadits
Nabawijah; Sjarat Sjahnja Nikah; Risalah Tauhid dan Sjirik; dan Adab al-Bahts
wa al-Munadlarah
Demikianlah peran vital KH
Mas Mansyur dalam dunia pendidikan. Semangat suci dalam meraih janji Allah SWT
terpatri dalam diri beliau. Rasulullah SAW bersabda, artinya:
“Barangsiapa yang
menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu. Barangsiapa yang menghendaki
kebaikan di akhirat maka dengan ilmu. Barangsiapa yang menghendaki keduanya
maka dengan ilmu” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kebahagiaan inilah yang
kini, beliau nikmati. Mari kita teladani contoh prestasi dari seorang guru
bangsa yang bernama KH Mas Mansyur ini dari diri kita sendiri, keluarga, dan
masyarakat untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
Wallahua'lambishawab
Mukalla, 12 Ramadhan 1440/18
Mei 2019
02.22 WPT
(Majelis Tabligh PCIM
(rintisan) Republik Yaman)