Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menorehkan prestasi bagi kampusnya.
Prestasi ini diraih dalam kompetisi debat Bahasa Arab, UNISI Arabic Debating
Championship (UADC) tingkat ASEAN. Kompetisi yang digelar selama 3 hari, Sabtu
– Senin (13-15/4/2019) lalu diselenggarakan oleh Universitas Islam Indonesia
(UII) dan Al-Markazi Yogyakarta.
Dalam kompetisi tersebut,
UMS diwakili oleh 1 tim yang beranggotakan 4 orang, yaitu Yahya Fathur Rozy
(Prodi Ilmu Qur'an dan Tafsir FAI UMS), Luth Hafizh Bahtiar (Prodi Pendidikan
Agama Islam Internasional, FAI UMS), Muhammad Ikhsanudin Hidayat (Prodi Ilmu
Qur'an dan Tafsir FAI UMS), dan Rima Hanifah Azmi (Prodi Pendidikan Agama Islam
Internasional FAI UMS).
UADC di tingkat ASEAN ini
rencana awalnya diikuti oleh 3 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei
Darussalam. Akan tetapi dalam perjalanannya, tim dari Brunei mengalami kendala
sehingga hanya diikuti oleh perwakilan 2 negara. Total dari keseluruhan tim
yang mengikuti kompetisi ini yaitu 25 tim dari Indonesia dan 3 tim dari
Malaysia.
Diketahui, dalam kompetisi
tersebut secara penilaian tim debat, UMS terhenti di ranking 14. Sehingga tidak
dapat melanjutkan di babak quarter final. Meski begitu, secara individu UMS
berhasil menyabet gelar best speaker di ajang tingkat ASEAN yang diikuti oleh
112 debater dari 28 tim itu. Prestasi ini diraih oleh Yahya Fathur Rozy.
Yahya menjelaskan, gelar
tersebut diraihnya dalam babak penyisihan, mulai dari babak pertama hingga
babak kelima. Dari kelima babak tersebut, dia berhasil memperoleh best speaker
sebanyak 4 kali dengan poin 451,83. Selain itu, perhitungan poin untuk best
speaker hanya dihitung selama babak penyisihan.
“Untuk best speaker yang
saya peroleh itu adalah perolehan nilai individu dari babak penyisihan pertama
sampai kelima. Jadi setelah masuk quarter final, semi final, dan final itu
sudah tidak di hitung lagi untuk penilaian best speaker,” jelasnya ketika
ditemui.
Dia menambahkan bahwa dalam
kompetisi ini panitia mengangkat isu berupa kasus-kasus internasional Beberapa
di antaranya Undang-Undang tentang kekebalan diplomatik, isu tentang
keberhasilan PBB selama ini, isu tentang pembelajaran dengan youtube dinilai
baik atau tidak, dan lain sebagainya dengan total 9 isu. Keseluruhan tema yang
diberdebatkan diberitahu 2 minggu sebelum kompetisi sehingga seluruh peserta
dapat mempelajarinya terlebih dahulu.
Yahya juga menceritakan
bahwa kemampuannya dalam berbahasa asing ini tidak diperolehnya secara instant.
Proses yang dilaluinya untuk berhasil mencapai prestasi tersebut terbilang
cukup panjang. Dia telah belajar bahasa asing seperti Bahasa Arab dan Bahasa
Inggris semenjak duduk di bangku SMP.
“Dulu aku lulusan pondok
modern Ar-Risalah, Islamic International College Ponorogo. Aku mondok disana 6
tahun, dari SMP sampai SMA. Disitu aku belajar bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Jadi sistemnya setiap hari itu pakai bahasa Arab, kalau enggak bahasa Inggris,”
ungkapnya.
Di sekolahnya tersebut
menganut sistem pembelajaran bahasa per-minggu (1 minggu menggunakan Bahasa
Arab dan 1 minggu menggunakan Bahasa Inggris). Hal tersebut dilakukan rutin
setiap harinya. Selain itu, disana juga terdapat sistem Jasus (sistem
mata-mata). Dalam sistem ini terdapa teman yang memata-matai setiap siswa yang
apabila tidak menggunakan bahasa tersebut maka akan dilaporkan ke bagian
bahasa. Bagian bahasa selanjutnya memberi hukuman, apabila yang digunakan
Bahasa Indonesia maka akan dikenai hukuman fisik. Namun, jika sampai
menggunakan bahasa jawa dapat diberi hukuman botak.
Selain menempa kemampuan
berbahasa asingnya di bangku sekolah, dia juga sempat melakukan pengabdian
sebagai guru dan pembina Bahasa Arab selama 1 tahun.
“Jadi mulai bahasaku disitu,
digembleng selama 6 tahun. Kemudian setelah lulus lanjut pengabdian menjadi
guru bahasa Arab di MA Muhammadiyah 1 Pasiran Lamongan, sama Pembina di Pondok
Muhammadiyah Karangasem, Pasiran, Lamongan,” ungkapnya.
Selanjutnya, di tahun 2016
Yahya berhasil mendapatkan beasiswa Shobron dalam program studi Ilmu Al-qur’an
dan Tafsir UMS. Di sini, dia kembali menempa kemampuannya dengan masuk ke dalam
UKM MEDS, Namlah, IMM, dan HMP. Di MEDS, dia mendapatkan ilmu debat dan ilmu
critical thinking. Kemudian ilmu tersebut diaplikasikannya ke dalam bahasa Arab
guna mempertajam kemampuan debatnya.
Adapun beberapa prestasi
yang telah dia raih selama duduk di bangku perkuliahan diantaranya juara 3
debat bahasa Arab Nasional di UNS, Best Speaker Bahasa Inggris sebanyak 2 kali
di tingkat kampus (NUDC), dikirim ke kopertis menjadi Adjudicator mewakili UMS,
dan mendapatkan best speaker tingkat ASEAN dalam UADC.
Dia sempat memberikan tips
bagi mahasiswa yang juga ingin mahir dalam berbahasa asing. Menurutnya, untuk
dapat berhasil di bidang ini maka hal tersebut perlu dipraktikkan dengan cara
mencari 1 orang teman yang dapat diajak komitmen untuk terus berbicara dengan
bahasa asing. Hal ini dilakukan karena tidak semua orang mau belajar bahasa
asing dengan konsisten. Selanjutnya perbanyak public speaking, berbicara dalam
sebuah forum yang luas, sebab disitu mahasiswa dapat melatih mental mereka agar
tidak gugup dalam berbicara di depan umum.
Selanjutnya, agar mahasiswa
juga dapat meraih prestasi dalam kompetisi debat maka salah satu caranya mereka
harus melek isu terhangat yang sedang dibicarakan. Itu dapat menjadi modal awal
bagi mereka yang ingin terjun di bidang ini.
“Banyak baca berita yang up
to date, karena dalam debat itu yang dibicarakan peristiwa-peristiwa yang lagi
hangat-hangatnya terjadi. Coba melihat satu permasalahan, jangan hanya pada
satu sisi saja, tapi lihat dari sisi yang lain. Ini akan menimbulkan critical
thinking. Kemudian ikutilah event-event meskipun tidak menang,” ungkapnya.
(Khairul)
Sumber:
ums.ac.id